Segelas Kopi dari Abd. Ghafur Halim (Penggiat LBH Tanasuci Indonesia)
PEMBERANTASANnarkoba telah menjadi agenda nasional yang terus digaungkan dari masa ke masa. Program-program digulirkan, aparat dikerahkan, regulasi diperkuat. Namun, pertanyaan mendasar tetap menggantung di udara: sejauh mana keberhasilan semua ini menyentuh akar persoalan?
Di balik slogan “perang melawan narkoba”, kita perlu membangun sikap kritis, bukan hanya untuk mengawasi pelaksanaannya, tapi juga mengevaluasi pendekatan yang selama ini dijalankan. Tanpa sikap kritis, masyarakat hanya menjadi penonton pasif dari drama panjang yang kadang tak menyentuh esensi masalah.
Perlu diperhatikan, salah satu kelemahan dalam pemberantasan narkoba adalah dominasi pendekatan hukum tanpa diimbangi upaya pencegahan yang kuat. Rehabilitasi sering kali hanya menjadi pelengkap, bukan pilar utama. Padahal, persoalan narkoba adalah juga masalah kesehatan mental, ekonomi, dan ketimpangan sosial. Jika ini diabaikan, maka pemberantasan hanya akan bersifat permukaan.
Lebih lanjut, masyarakat harus berani mengkritisi celah-celah aparat yang kadang justru bermain di area abu-abu. Seringkali kita baca dalam pemberitaan media, beberapa kasus menunjukkan adanya aparat yang justru terlibat dalam jaringan peredaran. Di sinilah pentingnya pengawasan publik dan media, agar tidak ada lagi tembok kedap suara yang melindungi penyimpangan.
Sikap kritis juga perlu dibangun di lingkungan pendidikan. Sekolah dan kampus bukan hanya tempat menyampaikan bahaya narkoba secara teoritis, tetapi juga ruang pembentukan kesadaran. Anak muda harus diajak berpikir, berdiskusi, dan menyampaikan gagasan alternatif tentang pencegahan yang lebih kontekstual.
Kita tidak anti terhadap upaya pemberantasan. Yang kita tolak adalah pendekatan yang tidak menyentuh akar masalah, serta kampanye yang hanya bersifat simbolik. Oleh karena itu, mari membangun sikap kritis sebagai bagian dari kepedulian. Bukan untuk melemahkan upaya negara, tetapi justru untuk memperkuatnya dengan kontrol yang sehat dan partisipatif.
Bentuk dari sikap kritis terhadap pemberantasan narkoba, sebagaimana dijelaskan di atas, bisa diwujudkan dalam beberapa tindakan nyata, baik secara individual maupun kolektif. Misalnya, tidak menerima informasi mentah-mentah. Masyarakat bisa menggunakan haknya untuk bertanya, bersuara di media, atau melalui forum publik.
Masyarakat harus berani memverifikasi fakta. Misalnya, ketika ada klaim keberhasilan penangkapan narkoba, kita perlu bertanya, apakah ini hanya tangkapan kecil dari jaringan besar? Atau apakah penindakan diiringi dengan rehabilitasi pengguna?
Sikap kritis berarti tidak cepat puas atau terbuai oleh angka dan slogan. Oleh karenanya, masyarakat perlu mengawasi Aparat dan Penegak Hukum, soal transparansi proses hukum. Selain itu, integritas aparat juga memerlukan perhatian. Adakah indikasi keterlibatan oknum dalam jaringan peredaran?
Kritis bukan hanya soal menyoroti yang salah, tapi juga mendorong yang benar. Misalnya, mengkritik sekolah yang hanya memberikan ceramah satu arah tanpa ruang dialog bagi siswa atau mengusulkan kurikulum atau kegiatan kreatif yang lebih kontekstual dan menyentuh kehidupan remaja agar tidak terjebak narkoba.
Hal lain yang juga penting untuk mendapatkan perhatian adalah bagaimana membongkar simbolisme tanpa substansi. Misalnya, jika kampanye anti-narkoba hanya parade seremonial, kita perlu bertanya: apa hasil nyata dari kegiatan ini? Jika spanduk anti-narkoba dipasang, atau ada simbol “Desa Bersih Narkoba”, tapi lingkungan sekitar tetap jadi tempat transaksi, itu tanda kegagalan yang harus dikritisi.
Masyarakat juga perlu mengkritisi anggaran dan kebijakan.
Apakah anggaran pemberantasan narkoba digunakan untuk tindakan represif atau lebih banyak untuk pendidikan dan pemulihan? Dan, apakah kebijakan yang dibuat benar-benar pro-rakyat atau sekadar formalitas?
Pada akhirnya, sikap kritis bukan berarti menolak atau melemahkan pemberantasan narkoba, melainkan memastikan prosesnya berjalan benar, adil, transparan, dan menyentuh akar masalah. Kritis adalah bentuk cinta terhadap masa depan bangsa yang lebih sehat dan sadar. ***