Penyelesaian Konflik Agraria di Morut, Pemprov Sulteng Angkat Bicara Dituding Tidak Transparan

Palu, Teraskabar.id Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) bersama Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah tidak transparan dan partisipatif dalam meyelesaikan konflik Agraria di wilayah Kabupaten Morawali Utara (Morut).

Adapun konflik agraria  yang dimaksud yakni konflik perusahaan sawit PT. ANA bersama masyarakat setempat.

Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, M. Ridha Saleh, mengatakan Pemprov Sulteng selalu transparan dalam melakukan verifikasi dan validasi berkaitan dengan penyelesaian konfilik tersebut.

Baca jugaDiminta Tak Lindungi Manajer Sekuriti yang Dituding Lecehkan Pegawainya, Begini Sikap PT BTIIG

“Kita pemerintah tidak anti kritik silakan siapapun yang mengkritik kami terima, berkaitan dengan Serikat Petani Petasia Timur dan FRAS Sulteng kita selalu merespon dengan baik apa yang mereka inginkan dan juga kami melibatkan mereka dalam permasalahan ini,” katanya, Jumat (10/5/2024).

Menurutnya, Petani Petasia Timur dan FRAS Sulteng dalam kegiatan baik di lapangan atau pertemuan penyelesaian konflik, pihaknya selalu melibatkan Serikat Petani Petasia Timur dan FRAS Sulteng.

Ia menjelaskan, dalam menyelesaikan konflik agraria itu pihaknya melakukan proses verifikasi dan validasi secara berjenjang mulai dari desa, pemerintah kabupaten, setelah itu ke Pemprov.

“Verifikasi itu gunanya untuk memastikan apakah betul tanah tersebut milik dari mereka yang mengklaim, sejauh ini Pemprov Sulteng akan terus menyelesaikan semua permasalahan agraria tetapi dengan step by step,” ujar pria kelahiran 1970 itu.

Baca jugaGubernur Sulteng Singgung PT ANA di Hadapan Menteri ATR/BPN Soal Lahan Sawit

Ridha Saleh membenarkan bahwa Perusahaan kelapa sawit, PT Agro Nusa Abadi (ANA) memang tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

“Sampai sekarang mereka tidak ada mengurus HGU dalam aturan memang itu dianggap bermasalah atau ilegal. Tetapi pada 2014 mereka mendapatkan perpanjangan izin lokasi yang kemudian setahun kemudian suratnya sudah mati dan baru-baru ini mereka perpanjang kembali izin tersebut yang disahkan dengan SK bupati,” bebernya

Ia mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sudah melepaskan 282,74  hektare lahan perusahaan sawit PT ANA untuk dikembalikan kepada petani di Desa Bunta.

Artinya, masih ada empat Desa di Morut yang belum terselesaikan konflik agrarianya yakni Desa Tompira, Desa Bungintimbe, Desa Towara dan Desa Malino.

“Alhamdulilah tahap pertama ini selesai di Desa Bunta, sisanya sekitar empat desa yang nantinya akan kami selesaikan permasalahan dengan secepatnya untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak warga setempat,” tutur pria berkaca itu.

Baca jugaKetua Nasdem Sulteng Angkat Bicara Soal Dugaan Jual Beli Jabatan

Hal tersebut merupakan keseriusan pemerintah daerah dalam meyelesaikan konflik-konflik Agraria di Sulawesi Tengah.

Dia membeberkan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Morowali Utara tidak akan mengeluarkan Hak Guna Usaha untuk PT. Ana jika di kawasan tersebut masih ada konflik Agraria.

“Sebenarnya PT ANA sendiri ada peluang untuk mengurus HGU itu, tetapi mereka bisa mengurus itu setelah clear semua permasalahannya,” katanya.

Dia menambahkan, terkait dengan tudingan Pemprov Sulteng melakukan permainan belakang dalam mengatasi konflik Agraria di Morut itu tidak betul

“Kita ini Pemprov sangat terbuka, jadi jangan  kalau memang ada dugaan penyelewengan dana silakan dibuka siapa yang melakukan itu, tunjukkan buktinya kepada kami,” tegasnya. (***/teraskabar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *