Banggai, Teraskabar.id – Andi Hakim merupakan salah satu petani yang paling getol memperjuangkan lahan perkebunanannya yang diklaim secara sepihak oleh HGU PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS).
Beragam upaya perjuangan telah dilakukan oleh Andi Hakim atas lahannya yang berada di wilayah Tetelara Kecamatan Toili tersebut. Mulai dari intimidasi sampai pemenjaraan pernah dia alami.
“Tahun 2012 saya sempat dituduh mencabut pohon sawit milik perusahaan. Saya ditangkap dan diproses hukum selama satu bulan setengah dipenjara,” kata Andi Hakim didampingi istrinya saat konferensi pers di Toili.
Selain Andi Hakim ternyata terdapat puluhan petani yang menuntut agar lahan garapan mereka dikeluarkan dari HGU. Pasalnya jauh sebelum HGU PT KLS diterbitkan, mereka telah mengelola lahan untuk berkebun.
” Kami sudah menggarap lahan jauh sebelum HGU Perusahaan itu ada,” sambung Andi Hakim.
Sebelumnya, Andi Hakim bersama rekannya sesama petani Surianto digugat secara perdata oleh PT KLS dengan dugaan mengelola lahan yang masuk dalam HGU. Sehingga proses hukum di Pengadilan Negeri Luwuk pun berjalan.
Baca juga: Konflik Agraria Berkepanjangan di Toili Banggai, PT KLS Diadukan Warga ke Kementerian ATR/BPN
Disisi lain pada waktu itu, para petani diperhadapkan dengan proyek pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet) yang masih terkendala dengan pembebasan lahan, dikarenakan masih ada proses gugatan antara PT KLS dan petani.
“Istri Andi Hakim mengatakan Terkait pembebasan lahan sutet, uangnya katanya sudah dititip di Pengadilan. Menunggu proses hukum selesai.
Selanjutnya proses gugatan pun berjalan di Pengadilan Negeri Luwuk. Lahirlah putusannya bernomor 37/PDT.G/2023/Pn lwk, yang dalam pokok perkara, Majelis Hakim menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
Selain itu, Majelis Hakim menimbang gugatan penggugat tidak dapat diterima karna gugatan tidak jelas atau kabur ( obscuur libel), maka penggugat adalah pihak yang dikalahkan dan menghukum penggugat untuk membayar perkara sebesar Rp7.555.000.
Namun setelah putusan pengadilan, ganti rugi lahan untuk pembangunan Sutet sampai saat ini belum diberikan kepada para petani. Padahal menurut pengakuan Istri dari Andi Hakim. Direktur PT KLS Anti Murad sendiri pernah melontarkan kalimat.
Baca juga: Pemkab Morut Dinilai Diskriminatif Terhadap Perusahaan Perkebunan Sawit Tak Miliki Izin
” Menang atau pun kalah uangnya tetap diberikan kepada petani,” kata Istri Andi Hakim menirukan kalimat yang dilontarkan Anti Murad saat masih tahapan mediasi dikantor Bupati.
Sementara itu, Wakil Koordinator Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulteng, Noval A Saputra mendesak agar Pemerintah Daerah serius dalam menyelesaikan konflik agraria antara petani Toili dan KLS.
Selain itu, desakan pun ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Sulteng, untuk mengevaluasi HGU PT. KLS, karna dianggap telah merambah lahan garapan petani.
“Konflik agraria struktural di dataran Kecamatan Toili ini sudah berkepanjangan. Namun sampai saat ini belum ada penyelesaian dari para pengurus negeri ini,” ujarnya. (red/teraskabar)