Palu, Teraskabar.id – Banjir melanda wilayah pesisir Palu – Donggala, tepatnya di Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi pada 1 September 2024. Akibatnya, ruas jalan trans yang menghubungkan Palu – Donggala sepanjang lima kilometer tertutup banjir bercampur material lumpur dan ikut menggenangi rumah rumah warga sekitar.
Sebelumnya, pada bulan Agustus 2024 lalu, banjir juga terjadi di Kelurahan Buluri, yang juga menyebabkan akses jalan terputus dan perumahan warga tergenang. Hal ini kemudian diduga tidak hanya karena cuaca atau hujan dengan intensitas yang tinggi, melainkan karena dipicu oleh aktifitas pertambangan galian batu dan pasir yang telah beroperasi secara aktif dalam 6 tahun terakhir.
Baca juga: Ratusan Aktivis Agraria di Sulteng Gabung di Gerbong Pemenangan Anwar – Reny
Dalam catatan dari rekap media dan beberapa sumber valid, Samrat BERANI mencatat, terdapat hampir 70-an Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di sepanjang pesisir Palu-Donggala, dengan status pembagian 50 IUP Operasi Produksi dan 20 an IUP pecandangan.
Sehingga, dugaan kuat terhadap dampak yang ditimbulkan dari aktifitas pertambangan di pesisir Palu-Donggala yang mengakibatkan banjir di wilayah hilir, sangat kuat terbangun. Selain itu, juga isu debu yang menyelimuti wilayah lingkar pertambangan pesisir Palu-Donggala dalam 6 tahun terakhir menjadi isu yang paling urgen dan harus segera diselesaikan. Hal itu mengingat ditengah isu pertambangan galian batu dan pasir ini, untuk kebutuhan Ibu Kota Nusantara yang baru di Kalimantan sejak tahun 2020 lalu.
“Peran pemerintah kota/kabupaten serta provinsi penting untuk diuji dalam penanganan dampak dari aktifitas tambang di pesisir Palu-Donggala, mengingat izin-izin pertambangan ini bukan tidak lain Pemerintah Provinsi Sulteng yang mengeluarkan, serta peran pemerintah kota/kabupaten yang terbilang abai dalam melihat problem yang kian parah, baik secara kesehatan warga, ekonomi warga, dan juga kondisi lingkungan, sehingga harus ada tindakan nyata berupa evaluasi seacara total dan pemberian sanksi bagi pelaku bisnis yang tidak patuh terhadap etika dan ketentuan perundang-undangan dalam melakukan pertambangannya,” kata Aulia Hakim, Kordinator Samrat BERANI yang juga pegiat lingkungan hidup dan sumber daya alam di Sulteng.
Baca juga: Aktivis Agraria Eva Bande Dukung Anwar – Reny di Pilkada Sulteng 2024
Hal ini kemudian mendapat respon dari Anwar Hafid, bakal calon gubernur Sulteng 2024-2029.
“Praktik pertambangan yang mengakibatkan banjir di sepanjang pesisir Palu-Donggala tidak boleh dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya solusi, pemerintah tidak boleh tutup mata dan telinga dalam menertibkan pelaku-pelaku bisnis tambang yang tidak patuh terhadap lingkungan hidup,” tegas Anwar Hafid.
Sulawesi Tengah menurut Anwar Hafid, mestinya menjadi daerah yang ramah akan investasi namun tunduk dan taat terhadap keberlangsungan pengelolaan lingkungan hidup. Industri yang hadir di Sulteng semestinya menjawab problematika kesenjangan ekonomi, serta memastikan kesejahteraan warga setempat.
“Jangan investasi itu hanya membawa bencana dan kerusakan lingkungan saja, kalau memang Perusahaan-perusahaan ini tidak patuh, sudah seharusnya pemerintah menindak dengan tegas melalui evaluasi izinnya, dan kalau terbukti melakukan praktik buruk yah, izinya harus dicabut, jangan kita tebang pilih akan hal itu,” tegas Anwar Hafid.
Aulia Hakim menambahkan, di momentum Pilkada serentak 2024 ini, harusnya para calon kepala daerah (Cakada) bisa menunjukan komitmennya, dalam melihat pasar industri seperti pertambangan serta pengelolaan lingkungan hidupnya. Tujuannya, agar rakyat juga bisa menilai mana calon pemimpin yang punya perspektif terhadap keberlanjutan dan keseimbangan lingkungan ditengah industri ekstraktif saat ini.
“Calon pemimpin di Sulteng harus berani menindak tegas pelaku bisnis yang melakukan praktik buruknya, sehingga bisa teruji dalam mendorong ekonomi yang berkelanjutan di Sulteng,” imbuh Aulia Hakim. (red/teraskabar)