Makassar, Teraskabar.id– Keberhasilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengedukasi seluruh lapisan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi, digital dan media sosial, membuat masyarakat melek literasi keuangan.
Masyarakat kini sudah banyak mengetahui layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan mereka. Bahkan, mereka juga sudah mengetahui prosedur pengaduan ketika bermasalahdengan pihak Industri Jasa Keuangan.
Hal itu tercermin dari jumlah pengaduan konsumen ke OJK di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua), tercatat 1.177 pengaduan.
Baca juga: 40 Wartawan Sulampua Ikuti Jounalist Class OJK di Makassar, Sulteng 6 Wartawan
Secara kuantitas, jumlah pengaduan tertinggi di wilayah Sulampua ditempati oleh Sulawesi Selatan, tercatat 349 pengaduan. Di bawah Sulawesi Selatan, ditempati oleh Sulawesi Tengah.
Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Darwisman mengatakan, berdasarkan data yang dirilis oleh OJK, jumlah pengaduan yang diterima OJK Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 252.
Di bawah Sulawesi Tengah, terdapat Sulawesi Utara sebanyak 214 pengaduan, disusul Sulawesi Tenggara 121 pengaduan, Papua 77 pengaduan, Maluku 69 pengaduan, Gorontalo 49 pengaduan. Tiga provinsi di Sulampua yang tergolong memiliki jumlah pengaduan yang minim adalah Papua Barat 27 pengaduan, Sulawesi Barat 10 pengaduan, serta Maluku Utara 9 pengaduan.
“Maluku Utara merupakan provinsi yang paling rendah jumlah pengaduannya secara nasional,” kata Darwisman saat pemaparan materi pada Journalist Class Angkatan 10, Senin (4/11/2024), di Hotel Rinra Makassar.
Baca juga: Puncak BIK Sulteng 2024, OJK Kolaborasi LJK Laksanakan di RTH Taiganja Sigi
Secara umum kata Darwisman, pengaduan di wilayah Sulampua masih didominasi oleh pengaduan di sektor perbankan, pembiayaan dan fintech/IKD.
Berdasarkan data dalam bentuk grafik batang dalam materi yang disajikan pada Journalist Class yang diperoleh media ini, jumlah pengaduan di sektor perbankan untuk Sulawesi Selatan dan Papua, mendekati angka 40%. Sedangkan di Sulawesi Tengah mencapai sekitar 50 persen. Persentase yang sama terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.
Pengaduan yang relatif besar dan tertinggi di wilayah Sulampua adalah di Papua Barat, nyaris menyentuh angka 60 persen. Di bawah Papua Barat ditempati Maluku Utara, dan Maluku.
Darwisman menambahkan, tingkat keberatan konsumen terhadap solusi yang ditawarkan di wilayah Sulampua, lebih rendah jika dibandingkan nasional.
Adapun di wilayah Sulampua, provinsi dengan tingkat keberatan paling tinggi, bahkan di atas nasional yaitu di Gorontalo, sebesar 22,45 persen. Disusul Papua Barat sebesar 18,52 persen. Kemudian Sulawesi Tengah sebesar 17,46 persen, Papua 16,88 persen, Sulawesi Utara 16,36 persen dan Sulawesi Selatan 16,33 persen.
Provinsi yang paling rendah tingkat keberatan konsumen, ditempati Sulawesi Barat yakni sebesar 10,00 persen. Di atas Sulawesi Barat, secara berturut-turut ditempati Sulawesi Tenggara 10,74 persen, kemudian Maluku Utara dan Maluku masing-masing sebesar 11,11 persen.
Sementara itu, permasalahan di masing-masing wilayah Sulampua memiliki karakteristik tersendiri. Permasalahan yang paling banyak diadukan di wilayah Sulawesi, terkait sistem layanan informasi keuangan dan perilaku petugas penagihan. Sesuai data OJK, permasalahan sistem layanan informasi keuangan tercatat 277 aduan dan Perilaku Petugas Penagihan sebanyak 178 pengaduan. Restrukturisasi kredit menempati posisi ketiga dengan jumlah aduan 74.
Lain halnya di wilayah Maluku, perilaku petugas penagihan menempati urutan tertinggi, yakni 16 aduan, disusul Sistem Layanan Informasi Keuangan 11 aduan, serta persoalan klaim sebanyak 7 aduan.
Kondisi nyaris serupa di wilayah Papua, yang membedakan hanya pada permasalahan kegagalan/keterlambatan transaksi.
Sesuai data OJK, permasalahan terkait Perilaku Petugas Penagihan tercatat 36 aduan, disusul permasalahan terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan yakni 8 aduan, serta Kegagalan/Keterlambatan Transaksi 7 aduan. (fia/teraskabar)
Comment