Palu, Teraskabar.id– Di sela rapat bahas protes warga terhadap Bank Tanah, Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid yang kini sedang kunjungan kerja di Kabupaten Poso, menyempatkan melakukan telepon video alias video call (VC) dengan peserta rapat yang memenuhi, ruang rapat Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) di lantai dua Kantor Gubernur Sulteng, Jumat (24/10/2025).
Panggilan video call melalui gawai milik Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Sulteng, Eva Bande, untuk menyapa langsung perwakilan warga dari wilayah Lore Bersaudara yang memprotes Bank Tanah, sebagai wujud perhatian penuh Gubernur Anwar Hafid terhadap penyelesaian konflik tenurial di Sulawesi Tengah.
Seketika, 30-an warga dari lima desa bersorak melihat wajah Gubernur di layar gawai milik Ketua Satgas PKA, Eva Susanti Bande. Ketika telepon video tersambung, warga sontak berteriak, ‘’Pak cabut Bank Tanah,’’ seru warga di sela rapat bahas Bank Tanah. Dari spiker telepon terdengar suara Gubernur. ‘’Kalo tanah yang sementara digarap warga, tidak boleh diganggu, enclave lah. Nanti saya akan ke sana,’’ pernyataan Gubernur yang menguatkan tuntutan warga itu, sontak disambut gemuruh warga.
Sesaat kemudian, Gubernur Anwar Hafid kembali mengingatkan Eva Bande agar menyiapkan makan malam untuk warga yang datang dari Lembah Lore Bersaudara itu. Kedatangan warga dari lima desa di antaranya, Desa Watutau, Kalimago, Maholo dan Winowanga serta Alitupu adalah untuk memprotes Bank Tanah yang menguasai lahan warga dan masyarakat adat di lima desa tersebut.
Kepala Desa Alitupu, Yoyakim Soli mengaku, mereka merasa dibodohi karena tanah-tanah itu tak pernah menjadi milik warga desa. Lelang lahan bekas HGU PT Hasfarm, selanjutnya ditempati PT Sandabi Indah Lestari, tiba-tiba datang Bank Tanah menguasai lahan. Bahkan, akibat protes yang mereka lakukan sudah ada anggota masyarakat yang jadi tersangka. ”Sikap kami sama dengan Desa Watutau, kami ingin Bank Tanah keluar dari desa kami,” tegasnya.
Sementara Kepala Desa Kalimago, Otniel Tatumpe, mengaku sempat ada perlawanan dari warga desa. Tapi mereka kalah oleh aparat keamanan. Ia malah dilaporkan ke Polres Poso. Protes yang sama juga disampaikan Ketua Adat Desa Kalimago Yunus Sondok. Menurut dia, saat Bank Tanah hadir di Lembah Napu, mereka telah melawan bersama warga adat tapi mereka kalah.
Di depan warga, Ketua Satgas PKA Sulteng, Eva Bande mengaku pertemuan ini untuk meminta setiap desa melengkapi data-data penting, seperti peta, wilayah dan kebun warga yang masuk dalam Bank Tanah. Gubernur Sulteng menurut Eva Bande, akan mengagendakan pertemuan pada pertengahan November 2025 untuk melihat dari dekat keluhan warga di kawasan Lore Bersaudara.
Terkait dengan itu, para kepala desa akan mengagendakan pertemuan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan data, peta dan dokumentasi sejarah lahan mereka. Termasuk membahas detail rencana kunjungan kerja Gubernur Anwar di wilayah itu.
Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria Provinsi Sulawesi Tengah mencermati aspirasi dan penolakan yang disampaikan oleh warga Lembah Napu, Kabupaten Poso, terkait klaim penguasaan lahan oleh Badan Bank Tanah.
Pihaknya aku Eva Bande, telah mengetahui bahwa keberadaan Bank Tanah dengan Hak Pengelolaan (HPL) di atas lahan yang telah lama dikelola oleh masyarakat, telah menimbulkan keresahan dan ketidakpastian hukum.
”Kami menegaskan kembali komitmen Satgas untuk menggunakan pendekatan keadilan restoratif dalam menangani polemik Bank Tanah di Lembah Napu. ”Artinya, penyelesaian harus berpihak pada perlindungan hak-hak masyarakat,” tegas Bande.
Satgas PKA, katanya akan menggali lebih dalam dan memverifikasi secara menyeluruh klaim penguasaan lahan oleh masyarakat, termasuk aspek sejarah penguasaan dan pemanfaatan tanah adat/kelola mereka, serta memastikan apakah proses penetapan HPL Bank Tanah telah mempertimbangkan fakta-fakta sosial-budaya di lapangan.
Ia menambahkan dialog yang setara adalah kunci. Pemerintah, melalui Satgas PKA Sulteng, akan memfasilitasi pertemuan yang konstruktif untuk mencari jalan tengah yang manusiawi dan memastikan bahwa pembentukan Bank Tanah tidak memperpanjang daftar ketimpangan agraria di Sulawesi Tengah. (red/teraskabar)







