Palu, Teraskabar.id – Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria Sulawesi Tengah (Sulteng) resmi mulai bekerja hari ini, Selasa (18/3/2025), dengan melakukan rapat maraton guna menginventarisir serta menyusun skema penyelesaiannya.
Satgas yang diketuai oleh Eva Bande ini diisi oleh tim yang teridiri dari organisasi pemerintahan daerah (OPD) dan kelompok masyarakat sipil di Sulawesi Tengah. Sehingga kolaborasi ini akan sangat menentukan strategi serta hasil dalam penyelesaian kasus konflik agraria di Sulteng.
“Konflik agraria di wilayah Sulawesi Tengah mulai diurai dan akan diselesaikan secara berkala,” kata Eva Bande, Ketua Satgas Penyelesaian Konflik Agraria Sulteng melalui keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (18/3/2025).
Pembentukan Satgas ini kata Eva, untuk mengidentifikasi dan menganalisa konflik agraria yang terjadi saat ini di Sulteng. Selanjutnya, mengintegrasikan dalam mekanisme penyelesaian baik berupa mediasi, redistribusi yang terintegrasikan dengan kebijakan Reforma Agraria dalam penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat, perusahaan dan pemerintah.
Hal ini merupakan bentuk komitmen dan langkah nyata dalam menciptakan keadilan agraria dan mengurangi ketimpangan sosial di Sulawesi Tengah.
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid menjelaskan konflik agraria ini berdampak luas, mulai dari kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, ketegangan sosial, hingga pelanggaran hak asasi manusia.
Maka dari itu, Satgas ini akan bertugas melakukan verifikasi lapangan serta membantu redistribusi tanah guna menyelesaikan konflik agraria yang berkepanjangan.
Sementara itu, Eva Bande menjelaskan, kasus konflik agraria masih marak terjadi dan penyelesaiannya jauh dari harapan masyarakat Sulteng dalam beberapa kepemerintahan sebelumnya.
“Maka bersyukur di pemerintahan Anwar Hafid kali ini komitmen politik itu bisa ditunaikan dengan Satgas Penyelesaian Konflik Agraria ini,” kata Aktivisi Pejuang Agraria dan HAM ini.
Ia menambahkan bahwa, siklus investasi yang masuk di Sulteng tidak boleh lagi mengenyampingkan nilai-nilai sosial dan HAM dalam proses maupun praktiknya.
“Kita harus benar-benar memastikan bahwa bisnis yang berjalan itu sesuai ketentuan yang berlaku baik secara administratif maupun regulasi, itu hal paling penting untuk mendorong Sulteng lebih adil dan berdaulat atas sumbe dayanya,” tegas Eva. (red/teraskabar)