Sigi, Teraskabar.id – Mantan Bupati Sigi dua periode, Mohamad Irwan Lapatta, menyampaikan tanggapan atas pernyataan Anggota DPR RI Dapil Sulawesi Tengah, H. Muhidin Mohamad Said, yang menyebut Kabupaten Sigi mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir.
Pernyataan tersebut diungkapkan Muhidin saat melakukan reses di Aula Kantor Bupati Sigi, Kamis (27/3/2025).
Irwan mengaku sempat mendengar kutipan tersebut dan merasa perlu memberikan penjelasan agar tidak terjadi salah persepsi, terlebih karena hal itu bisa saja dikaitkan dengan masa kepemimpinannya selama dua periode.
Meski begitu, Irwan menegaskan dirinya tidak menutup diri terhadap kritik. “Saya sangat terbuka terhadap masukan. Kritik adalah bagian dari proses perbaikan. Namun, tentu saja akan lebih konstruktif bila disertai dengan data dan analisis yang seimbang,” ujarnya, Sabtu (11/5/2025).
Irwan mempertanyakan dasar penilaian yang menyebut bahwa Kabupaten Sigi mengalami kemunduran.
“Kalau dikatakan kurang mengalami perubahan, maka pertanyaannya adalah: berdasarkan data apa? Menilai kemajuan sebuah daerah tidak cukup dengan asumsi atau kesan sepihak, apalagi jika tidak menyentuh langsung dinamika di lapangan, terutama pascabencana 2018,” katanya.
Ia menambahkan bahwa beberapa program pembangunan yang dirancang pada akhir masa jabatannya sempat mengalami hambatan karena adanya efisiensi anggaran nasional.
“Banyak rencana pembangunan yang telah kami susun, namun karena kebijakan efisiensi, sebagian anggarannya dialihkan ke pusat,” ungkap Irwan.
Beberapa proyek yang sempat terhenti karena hal itu antara lain lanjutan pembangunan Waterboom Kabobona sebesar Rp20 miliar, Taman Likuifaksi Rp10 miliar, Taman Teiganja Rp5 miliar, Taman Asmaul Husna Rp2 miliar, serta jalan-jalan di Toroh, Palolo, Dolo, hingga Marawola.
Ia juga menyebut anggaran Rp9 miliar untuk proyek irigasi di Palolo dan pembangunan Jalan Lingkar Kulawi Selatan yang telah disiapkan, namun belum terlaksana karena keterbatasan anggaran.
“Kita harus jujur bahwa ketika anggaran terbatas dan mengalami pemotongan dari pusat, maka dampaknya juga dirasakan di daerah. Namun bukan berarti tidak ada kemajuan,” ujar Irwan.
Dari sisi tata kelola, Irwan menekankan bahwa selama kepemimpinannya, pengelolaan keuangan Kabupaten Sigi justru menunjukkan perbaikan.
“Ketika saya memulai jabatan, opini BPK terhadap laporan keuangan kita adalah WDP (Wajar Dengan Pengecualian). Dua tahun kemudian sudah menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dan bertahan hingga kini. Ini adalah capaian yang patut diapresiasi,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa keterbatasan APBD tak menghentikan upaya untuk mendorong pembangunan. Melalui komunikasi yang intensif dengan pemerintah pusat dan provinsi, Irwan mengupayakan masuknya dana DAK, DAU, serta bantuan dari berbagai pihak.
Salah satu contohnya adalah perbaikan Jalan Jono Oge–Sibalaya, yang menurutnya dulu rusak parah selama lebih dari dua tahun, kini telah mulus dan dapat dinikmati masyarakat.
“Kalau hari ini jalan itu bagus, itu adalah hasil komunikasi politik, bukan karena APBD. Maka dalam konteks pembangunan, kita juga harus melihat upaya dan strategi yang dilakukan pemerintah daerah,” katanya.
Menanggapi pernyataan bahwa tidak ada kemajuan di Sigi, Irwan mengajak untuk melihatnya secara objektif.
“Pak Muhidin juga pernah menyalurkan dana aspirasi ke Sigi. Jadi jika kemudian disebut tidak ada kemajuan, tentu ini menjadi pertanyaan bersama. Kita perlu konsisten dalam melihat fakta di lapangan,” ucap Irwan dengan nada tenang.
Ia kemudian menguraikan sejumlah program dan capaian selama masa jabatannya. Di bidang pemulihan pascabencana, Irwan bersama jajaran berhasil memverifikasi dan membangun rumah bagi ribuan warga terdampak, termasuk hunian tetap (huntap) untuk lebih dari 1.000 keluarga, serta menjalin komunikasi dengan NGO internasional untuk mendukung kebutuhan perumahan, terutama di wilayah seperti Dolo Selatan.
Di sektor ekonomi, pembangunan ruang publik seperti Taman Teiganja, Asmaul Husna, dan Waterboom Kabobona bukan hanya untuk rekreasi, tetapi juga sebagai pusat kegiatan masyarakat dan penggerak ekonomi lokal.
“Dulu Taman Teiganja itu cuma gubuk, sekarang dampaknya besar bagi ekonomi warga sekitar, apalagi saat ada event besar,” jelasnya.
Dalam bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, Irwan menyebut adanya program beasiswa bagi siswa kurang mampu, pengiriman santri ke pesantren setiap tahun, hingga keberangkatan pelajar ke Yaman untuk pembinaan karakter.
“Kami juga memulai program satu dokter satu kecamatan yang berjalan konsisten selama empat tahun. Selain itu, setiap tahun kami mengirimkan putra-putri terbaik Sigi untuk sekolah Taruna di Magelang, dan itu gratis khusus bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu,” terangnya.
Sementara di bidang kesehatan, ia menyampaikan bahwa Sigi telah bertransformasi dari sistem SKTM menuju sistem Kartu Masagena dan kini berbasis DTKS agar bantuan lebih tepat sasaran. Irwan juga mengalokasikan anggaran Rp6 miliar yang dititipkan ke rumah sakit guna pembelian obat-obatan dan layanan medis bagi masyarakat kurang mampu.
Sektor pertanian juga tidak luput dari perhatian. Irwan menggarisbawahi bahwa saat ini Sigi sudah dikenal sebagai penghasil durian, cokelat, kopi, dan hortikultura.
“Dulu tidak banyak yang tahu durian Sigi. Sekarang sudah banyak yang menunggu musim panen, bahkan sudah mulai dikirim ke luar daerah,” ungkapnya.
Menutup pernyataannya, Irwan turut menyinggung pembangunan Kantor Bupati Sigi yang kini berdiri megah. Ia menyebut pembangunan itu merupakan hasil lobi langsung ke Satgas PUPR dan bukan menggunakan dana APBD.
“Kami perjuangkan langsung ke pusat, dan alhamdulillah disetujui Rp40 miliar. Kantor itu sekarang sudah digunakan. Ini juga bagian dari kemajuan,” imbuhnya.
Irwan pun mengajak semua pihak untuk berdiskusi secara objektif dan membangun.
“Kalau disebut mundur, mari kita lihat dari sisi mana: apakah dari keuangan, pendidikan, kesehatan, kepegawaian, atau lainnya? Mohon disertai data agar kita bisa mengevaluasi bersama. Kami juga terbuka terhadap saran dan masukan,” tutupnya. (***/red/teraskabar)