Banggai, Teraskabar.id – Kriminalisasi petani kembali terjadi di sektor perkebunan sawit. Sukrin (54), salah seorang petani di Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa (3/7/2024) sekitar pukul 19.28 Wita, mendapatkan tindakan intimidasi dari perwakilan PT Sawindo Cemerlang.
Petani paruh baya ini didorong sekaligus dipukuli oleh perwakilan PT Sawindo Cemerlang. Intimidasi diperoleh Sukrin karena memperjuangkan tanahnya yang telah dirampas 14 tahun oleh perusahaan.
Baca juga: Kades Tamainusi Korban Kriminalisasi, Aktivis HAM Sulteng: Menang di Pra Peradilan PN Poso
Dugaan intimidasi yang dialami oleh petani Sukrin tersebut, sehingga Front Rakyat Advokasi Sawit Sulteng (FRAS), melalui kordinatornya Eva Bande, mendesak Pemerintah Kabupaten Banggai dan Provinsi Sulawesi Tengah untuk menghentikan seluruh aktifitas PT Sawindo Cemerlang.
“Praktik kekerasan yang intimidatif begini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, untuk tidak membiarkan praktik bisnis perkebunan sawit dengan praktik-praktik kekerasan, apalagi PT Sawindo yang terus menerus menambah angka kriminalisasi dan intimidasi petani di sektor perkebunan sawit,” kata Eva Bande melalui siaran pers kepada media, Jumat (5/7/2024).
FRAS Sulteng mencatat kata Eva, sudah hampir 14 tahun konflik petani dengan PT. Sawindo Cemerlang terus berlanjut, yang diawali dengan perampasan tanah secara paksa serta sistem kemitraan plasma yang terbilang tidak dipatuhi oleh perusahaan.
Baca juga: Penyelesaian Konflik Agraria di Morut, Pemprov Sulteng Angkat Bicara Dituding Tidak Transparan
FRAS Sulteng juga mencatat selama 4 tahun terakhir, sudah 2 petani asal Batui dipenjarakan oleh pihak perusahaan atas tuduhan yang sama yakni, pencurian dengan pendekatan yang intimidatif. Misalnya, pada tahun 2021, PT Sawindo juga mengkriminalisasi Suparman dengan tuduhan yang sama, yakni mencuri buah sawit yang diklaim sepihak oleh perusahaan.
“Konflik agraria antara petani dengan PT Sawindo Cemerlang sampai kini masih berlarut-larut karena tidak adanya evaluasi serta penyelesaian yang melonggarkan praktik semena-mena oleh perusahaan terhadap petani dan aparat keamanan. Sikap pembiaran yang dilakukan oleh Pemkab Banggai merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap petani yang mempertahankan tanahnya,” ujar Eva Bande.
Olehnya, FRAS Sulteng mendesak Pemerintah Kabupaten Banggai dan Provinsi Sulteng untuk segera bertindak serta segera melaksanakan audit perusahaan dan evaluasi Tim Pokja, yang terbilang melakukan pembiaran sejak 2 tahun lalu terbentuk, serta tidak mengakomodir seluruh tuntutan masyarakat. (red/teraskabar)