Sabtu, 21 Juni 2025
Home, News  

Pelayanan Cinta Jemaah Haji 2025

Pelayanan Cinta Jemaah Haji 2025
Jemaah haji Indonesia asal Sulsel Tappa Mandra Mala mendapat sambutan hangat dari petugas haji. Foto: Aras Prabowo

Madinah, Teraskabar.id– Di tengah lautan manusia yang menunaikan ibadah haji tahun ini, ada benang merah yang mengikat semua cerita: cinta dan kepedulian yang tulus dari para petugas haji Indonesia. Mereka bukan sekadar menjalankan tugas administratif, melainkan merangkul setiap jemaah sebagai keluarga sendiri.

Dari tanah air hingga ke Tanah Suci, kisah-kisah menyentuh mengalir deras, menjadi saksi nyata bahwa pelayanan bukan sekadar kewajiban, melainkan ibadah yang dilakukan sepenuh hati.

Pasangan suami istri Tasbih Marunduri Amarullah dan Lora Moniami masih terharu saat mengenang perjalanan mereka dari embarkasi di tanah air hingga mendarat di Madinah. Setiap proses, mulai dari pengecekan dokumen, pengawalan selama penerbangan, hingga penyambutan di bandara, semuanya dilayani dengan telaten oleh para petugas haji.

“Kami merasa tidak sendiri. Petugas begitu sabar, mereka membantu kami dari A sampai Z. Rasanya seperti bersama keluarga besar,” kata Tasbih dengan suara bergetar. Di balik matanya yang berkaca-kaca, tergambar kelegaan dan rasa syukur karena mereka bisa menjalani ibadah ini dengan dukungan penuh.

Cerita menyentuh lainnya datang dari Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz di Madinah. Seorang petugas wanita, Fatmawati, tengah menyambut sepasang lansia dari Soppeng, Sulawesi Selatan. Ibu Tappa Mandra Malla (75) dan suaminya, Bapak Mappa Malla Lahaji (86), tiba dengan langkah perlahan. Di tengah lelah perjalanan jauh, Fatmawati menyuguhkan secangkir kahwa—kopi khas Arab yang menghangatkan.

“Saya terharu melihat wajah mereka. Meski lelah, tapi semangat dan harapan mereka begitu terasa. Kahwa itu hanya simbol kecil, tapi saya ingin mereka tahu, mereka disambut dengan cinta,” ujar Fatmawati. 17/05/2025.

Momen sederhana ini jadi pengingat, bahwa pelayanan terbaik terkadang bukan tentang kemewahan, tapi tentang perhatian kecil yang datang dari hati.

  Kloter Pertama Asal Sulteng: Hari Ini Jemaah Haji asal Parimo dan Banggai Tiba di Palu

Di Masjidil Haram, Abdul Manaf (72), seorang jemaah dari Lampung, hampir kehabisan tenaga usai menunaikan salat Jumat. Badannya limbung dan kakinya mulai gemetar. Dalam kondisi seperti itu, ia menghubungi petugas sektor khusus melalui nomor layanan yang tersedia.

Tak lama, seorang petugas datang membawa kursi roda, membantunya kembali ke hotel. Meski hanya berkata pelan, “Terima kasih ya, bantuannya,” namun sorot mata Abdul Manaf penuh makna. Kepedulian itu datang tepat saat dibutuhkan, dan itu yang membekas.

“Haji ini bukan sekadar ibadah rohani. Fisik juga diuji. Tapi di saat-saat seperti ini, bantuan petugas jadi penopang semangat kami,” ujar Manaf kemudian.

Cinta yang Menjadi Energi Pelayanan

Dari semua kisah, mungkin tak ada yang lebih menyentuh dari cerita Nenek Sumbuk. Perempuan asal Nusa Tenggara Timur ini menjadi jemaah tertua Indonesia tahun 2025, dengan usia 109 tahun. Ditemani anak dan cucunya, ia memulai perjalanan suci dari Embarkasi Jakarta-Bekasi.

Wajahnya tenang, tubuhnya rapuh namun tegar. “Saya hanya ingin hajiku diterima dan menjadi mabrur,” tuturnya dengan logat khas. Kepergiannya diiringi oleh petugas haji yang memprioritaskan pelayanan lansia. Setiap langkahnya seperti menyampaikan pesan: usia bukan penghalang untuk mendekat kepada Allah.

Kisah-kisah itu tak akan mungkin ada tanpa peran ribuan petugas haji Indonesia yang bekerja di bawah koordinasi Kementerian Agama. Mereka bukan hanya pelayan administratif. Mereka juga perawat, sahabat, penghibur, bahkan terkadang menjadi keluarga pengganti bagi jemaah yang jauh dari tanah air.

Mereka hadir di setiap detik penting: membawakan air saat jemaah kehausan, menggendong jemaah yang tak mampu berjalan, hingga menenangkan lansia yang panik tersesat. Bagi mereka, melayani tamu Allah adalah sebuah kehormatan sekaligus bentuk pengabdian.

  Jemaah dari Madinah Besok Diberangkatkan ke Makkah

“Kami tidak hanya bekerja, kami beribadah. Setiap bantuan yang kami berikan, kami niatkan sebagai bentuk cinta dan amal,” ujar salah satu petugas.

Pelayanan haji 2025 bukan hanya soal logistik atau pengaturan teknis. Ini tentang kehangatan yang menyentuh, tentang cinta yang mengalir dalam setiap tindakan. Ini tentang bagaimana negara hadir, bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi sebagai sahabat dan pelindung.

Dengan dukungan dan pelayanan yang tulus dari para petugas, para jemaah bisa menjalani ibadah dengan lebih tenang dan khusyuk. Inilah pelayanan cinta: ketika setiap senyuman, bantuan, dan kata penyemangat menjadi bagian dari ibadah itu sendiri. (red/teraskabar)