Oleh Andika (Sekwil DPW Partai Gema Bangsa Sulteng)
SETIAP hari, truk-truk tambang berlalu-lalang di jalan provinsi. Beban beratnya mengguncang aspal, menimbulkan debu, suara bising, dan sesekali kecelakaan. Tapi di balik semua lalu-lintas itu, ada yang jauh lebih merugikan: ketiadaan kontribusi ke kas daerah.
Sulawesi Tengah adalah provinsi yang kaya sumber daya. Nikel, emas, batuan, kapur, dan pasir diangkut keluar dari pegunungan dan lembah-lembah, menuju pelabuhan. Tapi ketika kita melihat laporan keuangan daerah, kenapa yang tertinggal untuk masyarakat terasa tidak sebanding dengan yang diangkut pergi?
Kita Biarkan Mereka Lewat Begitu Saja
Selama ini, perusahaan tambang menggunakan jalan umum seperti milik pribadi. Tanpa kontribusi retribusi. Tanpa izin pemanfaatan yang jelas. Pemerintah provinsi hanya memperbaiki jalan yang rusak, bukan menarik nilai dari pengguna utamanya.
Padahal jalan hauling tambang—jalur yang dilalui truk dari titik tambang ke pelabuhan atau pabrik—adalah urat nadi logistik industri ekstraktif. Kalau setiap kendaraan mengangkut kekayaan daerah, kenapa pemerintah tidak ikut menghitung nilainya?
Saatnya Diatur, Bukan Dibiarkan
Sudah waktunya pemerintah provinsi mengambil peran lebih besar. Jalan hauling tambang tidak boleh dibiarkan menjadi zona abu-abu. Pemerintah bisa, dan seharusnya, mengaturnya secara formal. Lewat peraturan gubernur khusus, provinsi bisa menetapkan bahwa:
Jalan hauling harus memiliki izin pemanfaatan.
Ada retribusi berdasarkan volume dan jarak tempuh.
Dana hasil retribusi digunakan untuk jalan, lingkungan, dan masyarakat sekitar tambang.
Dibentuk tim pengawas lintas dinas yang bertanggung jawab langsung pada gubernur.
Kita terlalu lama sibuk menambal jalan, tapi tidak pernah menata ulang kebijakan siapa yang seharusnya ikut menanggung beban rusaknya.
PAD Kita Hilang di Jalan
Kita sering dengar seruan: “Tingkatkan PAD!” Tapi anehnya, kita justru membiarkan jalur ekonomi terbesar itu lolos begitu saja. Jalan hauling tambang bisa memberi potensi PAD puluhan miliar rupiah setiap tahun — jika diatur dan diawasi dengan serius.
Uang sebesar itu bisa membiayai sekolah, jembatan, air bersih, dan pengawasan tambang. Tapi selama ini, daerah hanya menonton truk lewat. Nilai ekonomi hilang di jalan, yang tertinggal hanya lubang dan debu.
Bukan Anti-Investasi
Mengatur bukan berarti menghambat. Justru sebaliknya, investor yang sehat membutuhkan aturan yang jelas. Perusahaan tambang bisa menghitung biaya operasional dengan pasti. Pemerintah bisa membuat rencana keuangan. Warga bisa tahu ada keadilan.
Kita tidak bisa terus-menerus memungut dari warung kecil, pasar tradisional, atau becak motor — tapi membiarkan industri besar lewat tanpa menyumbang. Daerah harus menyentuh sumber daya besar dengan cara yang benar.
Gagasan Ini Butuh Keberanian
Saya tahu, ini bukan gagasan yang akan disambut semua orang dengan senyum. Tapi justru itulah tandanya bahwa ini ide yang menyentuh urat kepentingan. Jalan hauling adalah pintu masuk untuk menata ulang keberanian fiskal pemerintah daerah.
Dengan aturan yang berpihak dan pengawasan yang tegas, kita bisa mengubah kebijakan diam menjadi tindakan konkret: menjadikan kekayaan daerah sebagai milik bersama, bukan hanya untuk segelintir pemegang izin.
Menutup Celah yang Terbuka Lebar
PAD kita selama ini terselip di jalan tambang. Truk-truk itu lewat membawa nikel, emas, kapur, dan pasir, tapi daerah tidak pernah benar-benar ikut dalam hitungannya. Kita membiarkan kekayaan keluar, tanpa perhitungan dan tanpa kontribusi.
Mungkin sudah waktunya kita berhenti jadi penonton. Kita perlu mulai mengatur jalur ekonomi yang selama ini terbuka lebar, tapi tak pernah benar-benar kita kuasai. (***)