Ketua FKUB Sulteng: Konflik Beragama karena Interaksi Komunikasi yang Minim

Ketua FKUB Sulteng Prof Dr. Zaenal Abidin saat memaparkan materinya pada Orientasi Penguatan Moderasi Beragama, Senin (27/12/2021) di Hotel Santika Palu. Foto: Istimewa


Palu, Teraskabar.id- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah, Prof Dr H. Zaenal Abidin, M.Ag mengatakan Indonesia adalah Negara yang kaya akan keragaman, baik dari segi budaya, suku, bahasa, maupun agama dan kepercayaan.
Keberagaman ini menurutnya perlu dirawat secara terus menerus melalui ruang interaksi-komunikasi, termasuk merawat keberagaman beragama.
“Melalui dialog akan diketahui apa keinginan seseorang atau kelompok. Ibaratnya suami istri yang tak terbangun komunikasi yang baik akan sering terjadi konflik,” kata Prof Dr. Zaenal Abidin saat memaparkan materinya pada Orientasi Penguatan Moderasi Beragama, Senin (27/12/2021) di Hotel Santika Palu.
Secara sosiologis kata mantan Rektor IAIN Datokarama Palu ini, konflik beragama terjadi akibat kurangnya ruang interaksi-komunikasi, yang berujung terjadinya prasangka sosial antarumat beragama. Sikap prasangka ini menimbulkan rasa saling curiga satu sama lain, tidak hanya curiga dengan umat agama lain tetapi dengan umat agama yang sama pun saling berprasangka.
“Akibat adanya prasangka ini, maka krisis keberagaman beragama pun semakin menjadi ancaman yang nyata dalam terciptanya konflik nilai,” kata ketua MUI Kota Palu itu.
Terlebih lagi di tengah arus globalisasi ini dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, membuat peristiwa di suatu wilayah akan cepat diketahui di wilayah lainnya. Termasuk berita hoaks dan bersifat provokatif. Sehingga, isu-isu SARA dari suatu wilayah akan sangat mudah ditransfer ke wilayah lain.
Ia memberi contoh isu ras yang berawal di Pulau Jawa, dalam hitungan detik telah melahirkan protes dan kerusuhan di Papua. Apalagi menurutnya jika terkait dengan isu agama, efeknya akan jauh lebih luas karena sentimen agama dapat melampaui batas-batas Negara.
Sehingga, isu agama pun rentan menjadi media yang mengaburkan kebenaran, dan bukan mewartakan kebenaran.
Agar relasi sosial umat beragama kembali mesra dan kehidupan sosial kembali berlangsung dalam harmoni, maka seluruh umat beragama perlu bersama -sama mencari strategi terbaik untuk mengembangkan kerukunan dalam para digma global. (teraskabar)

Terkait