Morut, Teraskabar.id – Ratusan kubik kayu bantalan hasil pembalakan liar di cagar alam Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, yang diangkut menggunakan truk terparkir di terminal pelabuhan Fery Siliti mulai terkuak. Kayu bantalan yang diangkut ada penanggung jawab dibayar ratusan ribu rupiah per truk.
” Truk yang muat kayu bantalan dari cagar alam taronggo parkir di pelabuhan ada yang urus untuk di kapal fery, orang itu dibayar Rp 250 ribu per truk,” tutur sumber yang meminta namanya tidak disebutkan.
Seseorang yang bertanggung jawab atas kayu bantalan di atas truk yang siap dikapalkan menggunakan fery mengklaim bahwa kayu tersebut bukan berasal dari lokasi cagar alam.
” Setiap truk muat kayu bantalan masuk di terminal pelabuhan kapal fery siliti, orang itu pasti datang dan menanda tangani surat pernyataan yang dipersyaratkan pihak kepelabuhanan seakan -akan kayu tersebut bukan dari cagar alam Taronggo,” terangnya.
Pihak yang berani bertanggung jawab dan menanda tangani surat pernyataan yang dipersyaratkan oleh bagian kepelabuhanan Dishub Kabupaten Morut terkait kayu bantalan tersebut mengaku wartawan dan LSM.
” Seseorang yang mengaku wartawan dan LSM tapi urus bantalan diduga dari cagar alam Taronggo, setiap pagi datang di terminal bersama istrinya yang katanya wartawan juga, mereka menginap di penginapan desa Siliti,” cerita sumber.
Kapala Seksi (Kasi) kepelabuhanan, Adrianus, yang dihubungi terkait surat pernyataan tersebut membanarkan. Ia menjelaskan truk pegangkut kayu bantalan yang menggunakan kapal feri dari pelabuhan Siliti menuju Kolonodale harus dilengkapi selembar pernyataan yang menjelaskan kalau kayu tersebut bukan berasal dari cagar alam Taronggo.
” Kalau ternyata kayu bantalan itu berasal dari cagar alam, pihak dishub tidak mau dikait-kaitkan,” jelas Adrianus.
Pemberlakuan surat pernyataan menyangkut pengiriman kayu menggunakan kapal Fery oleh pihak Dishub bertujuan untuk menghindari adanya pelanggaran hukum yang sewaktu -waktu nanti terjadi.
” Kalau nanti kayu itu dipersoalkan kami lepas tanggung jawab, karena sebelumnya ada surat pernyataan yang dibuat,” tegas Kasi kepelabuhanan itu.
Sebelumnya diketahui, cagar alam taronggo merupakan kawasan suaka alam yang dilindungi oleh negara sehingga tak satupun yang tumbuh dan hidup di wilayah tersebut tidak boleh dirusak apalagi diambil.
Tokoh masyarakat pemerhati lingkar cagar alam Taronggo, Jusliman menyebut, kalau hampir setiap hari truk mengangkut kayu hasil pembalakan liar berasal dari cagar alam Taronggo melintas di depan rumahnya di Tokala Atas, Kecamatan Bungku Utara.
” Hanya di Tokala Atas satu – satunya jalur yang dilewati mobil truk pengangkut kayu bantalan dari cagar alam Taronggo,” katanya.
Menurutnya, jika akses melalui jalur laut menggunakan kapal Fery terhenti karena kondisi gelombang, mobil truk pengangkut kayu bantalan dari wilayah cagar alam Taronggo terpaksa melewati jalur darat yaitu melintas di Kabupaten Banggai menuju Makassar.
” Yang diangkut hanya kayu jenis kumia batu karena harganya lumayan mahal,” katanya.
Jalur lintasan pengiriman kayu illegal jenis Kumia Batu hasil pembalakan liar di cagar alam Taronggo, disebutnya, bukan hanya melalui kapal Fery di Siliti, tetapi ada juga melalui pengangkutan perahu kayu menuju Ganda – ganda Kolonodale.
” Kayu illegal yang dipasok menggunakan perahu dengan bobot besar itu tumpukannya di Ganda-ganda, selanjutnya diangkut menggunakan truk menuju Makassar,” akunya. (tim/teraskabar)