Morowali, Teraskabar.id– Dalam dinamika pemerintahan, rotasi jabatan atau reshuffle birokrasi sering kali menjadi sorotan. Ia tampak seperti pertunjukan pergantian pemain dalam panggung politik dan tata kelola. Namun, bagi Iksan Arisandy, politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kabupaten Morowali, persoalan sebenarnya jauh lebih dalam daripada sekadar siapa duduk di kursi mana.
“Rotasi jabatan, reshuffle, atau apapun namanya, itu bukan hal yang pokok. Yang paling utama adalah perbaikan sistem tata kelola pemerintahannya,” kata Iksan Arisandy dalam grup Forum Diskusi Informasi, Kamis malam (12/6/2025).
Lebih lanjut saat dikonfirmasi Teraskabar terkait pernyataannya tersebut, politisi yang juga adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Kabupaten Morowali itu menyatakan, penyegaran tata kelola pemerintahan itu harusnya lebih mengarah kepada perbaikan sistem tata kelola pemerintahannya, bukan sekadar mengganti atau merotasi pejabat.
“Kalau sistem tata kelolanya bagus, maka syarat pejabat untuk suatu posisi di pemerintahan, tidak perlu berbelit-belit, cukup dia mampu menjabarkan program dan arah kebijakan Bupati, selain syarat kepangkatannya, jadi uji kelayakannya pun sederhana, ” terangnya.
Iksan melanjutkan, program kerja Bupati Morowali Iksan Baharudin sudah jelas tertuang dalam visi misinya, tinggal sekarang Bupati membuat rancangan model tata kelola pemerintahan seperti apa yang bisa digunakan untuk menjalankan semua program itu selama masa pemerintahannya, baru kemudian menentukan human resource yang tepat untuk setiap posisi yang ada.
“Struktur kerja itu kan untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan kerja teknis seluruh program yang sudah disusun berdasarkan sistem kerja yang ditentukan. Kalau programnya sudah ada, sistemnya sudah tersusun baik, tinggal bagaimana kemudian prinsip the right man in the right place dijalankan, menempatkan orang secara proporsional, ” bebernya.
Pernyataan ini bukan sekadar kritik kosong, namun mengandung refleksi mendalam atas kenyataan bahwa birokrasi tidak bisa semata-mata dihidupkan oleh figur. Sistem adalah jantungnya. Tanpa sistem yang sehat, siapapun yang dirotasi, sekalipun penuh integritas dan kapabilitas akan terjebak dalam lingkaran yang sama: ketidakefisienan, stagnasi, bahkan potensi penyimpangan.
“Kalau sistemnya bagus, menempatkan orang itu akan lebih mudah. Tapi kalau sistemnya kurang baik, siapapun yang ditempatkan di situ, hasilnya akan sama saja. Karena roda pemerintahan modern akan berjalan secara mekanis sesuai sistem. Dalam bahasa lain, sistem birokrasi seharusnya dirancang sedemikian rupa agar tidak terlalu bergantung pada figur, tetapi lebih pada prosedur, akuntabilitas, dan transparansi,” tegasnya.
Dengan cara seperti itu, kata Iksan, maka Bupati Morowali sebagai pimpinan juga akan lebih mudah melakukan evaluasi kinerja terhadap setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada dan lebih bisa menjamin setiap pergantian atau rotasi pejabat itu lebih objektif, berbasis kemampuan kerja.
Pernyataan ini datang di tengah isu publik tentang potensi reshuffle yang dilakukan pemerintah daerah Morowali. Sebagian publik menanti siapa saja pejabat yang akan diganti atau dipromosikan. Namun bagi politisi PDIP ini, fokus semestinya tidak berhenti pada nama-nama. Fokusnya harus beralih pada desain besar birokrasi itu sendiri: apakah ia memudahkan pelayanan, menjunjung etika jabatan, dan mendukung percepatan pembangunan?. (Ghaff/Teraskabar)