Palu, Teraskabar.id –Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan Google News Initiative mengadakan pelatihan mengenai misinformasi dan disinformasi menjelang Pemilu 2024. Pelatihan ini diikuti oleh 25 jurnalis dari media cetak dan media online, dan berlangsung selama dua hari, yaitu Sabtu – Ahad (1-2/7/2023), di salah satu hotel di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ketua AJI Palu, Yardin Hasan, menjelaskan pentingnya program pelatihan ini karena jurnalis memiliki peran yang sangat penting dalam menangani isu-isu yang terkait dengan Pemilu 2024 yang akan datang. Yardin menyoroti meningkatnya ancaman terhadap keselamatan jurnalis ketika mereka menghadapi prevalensi informasi yang menyesatkan di platform media sosial menjelang Pemilu 2024.
Baca juga: Siswa SPN Polda Sulteng Diperkenalkan Peran Pers
Yardin juga mendorong peserta pelatihan untuk aktif terlibat dalam sesi pelatihan dan memberikan kontribusi dalam menyampaikan informasi yang kredibel dan bertanggung jawab kepada masyarakat terkait isu-isu pemilu di Sulawesi Tengah.
Salah satu narasumber dalam pelatihan ini, Nurike Manan, menjelaskan bahwa secara umum ada tiga jenis gangguan informasi. Pertama, informasi yang salah, yaitu informasi palsu yang dibagikan oleh individu yang benar-benar percaya bahwa informasi tersebut benar.
Baca juga: 60 Bacalon KPU Sulteng Lulus Seleksi Administrasi, Ada Anggota KPU, Bawaslu hingga Jurnalis
Kedua, disinformasi, yang mengacu pada penyebaran informasi palsu secara sengaja untuk tujuan tertentu. Ketiga, malinformasi, yang melibatkan penyalahgunaan informasi untuk menyebabkan kerugian, seringkali dengan menyebarkan informasi pribadi ke ruang publik.
Narasumber lainnya, Syifaul Arifin, menyoroti salah satu faktor penyebab polarisasi di Indonesia sejak tahun 2014, yaitu meningkatnya penggunaan media sosial sebagai media kampanye, termasuk penyebaran pesan politik yang polarisasi, yang sering diikuti dengan aksi di dunia nyata.
Baca juga: 2021 Tahun Kelam bagi Jurnalis di Sulawesi Tengah
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Arifin mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang bagaimana jurnalis dapat memperoleh kembali kepercayaan publik dan melaporkan polarisasi dan konflik politik tanpa memperkuat atau mempertajamnya. Ia menegaskan bahwa jurnalis harus kembali fokus pada tugas utamanya, yaitu melayani kepentingan publik daripada kandidat atau partai politik tertentu.
“Hal ini juga termasuk melindungi hak-hak kelompok minoritas,” ujarnya.
Arifin menekankan pentingnya memperkuat liputan berita lokal, menerapkan jurnalisme berbasis solusi, mempromosikan jurnalisme perdamaian, dan mendorong dialog.
“Peran media dalam menciptakan ruang dialog antara individu dengan pandangan yang berbeda semakin dilihat sebagai cara lain untuk mengatasi polarisasi politik di masyarakat,” ujarnya. (fma/teraskabar)