
Morowali, Teraskabar.id – Warga Desa Ambunu Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, yang tergabung dalam Forum Ambunu Bersatu (Forbes) kembali melakukan aksi blokade di tujuh titik lokasi dalam Kawasan Industri PT Baoshuo Taman Industry Invesment Group (BTIIG) atau Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) Morowali.
Aksi blokade dilakukan pada areal jalan menuju pabrik smelter dan gudang ore, Sabtu (20/7/2024), melibatkan 100 orang warga dengan menutup seluruh ruas jalan masuk ke pabrik smelter dan gudang penyimpan ore nikel.
Baca juga: Kasus Lahan Mangrove, Kades dan Perangkat Desa Ambunu Diperiksa Kejati Sulteng Besok
Aksi dilakukan karena kekecewaan warga pada saat rapat dengan pendapat di kantor DPRD Kabupaten Morowali. Rapat yang digelar pada tanggal 14 Juli 2024 tersebut tidak membuahkan hasil terkait penggunaan jalan tani oleh PT IHIP. Seharusnya ketika MoU tersebut dinyatakan dicabut seperti isi dalam berita acara RDP No 40014.6/183/DPRD/VII/2024 point satu, otomatis PT IHP tidak lagi menggunakan jalan tani tersebut.
“Bukan menjawab tuntutan masyarakat, justru di atas jalan tani Desa Ambunu telah berdiri pabrik smhelter dan gudang penyimpanan ore milik PT IHIP,” kata Wandi, selaku kampainer Nikel Walhi Sulteng melalui siaran pers yang diterima media ini, Sabtu (20/7/2024).
Selain melakukan blokade jalan, masyarakat Desa Ambunu masuk ke pabrik dan gudang penyimpanan ore untuk menghentikan aktivitas perusahaan. Aksi tersebut merupakan puncak dari kemarahan masyarakat karena melihat PT IHIP seperti bebal dan tidak mengindahkan tuntutan masyarakat.
Protes warga terkait dengan penggunaan jalan tani secara sepihak oleh warga sudah berlangsung dua bulan lamanya. Aksi dimulai sejak 11 Juni 2024 di Dusun Polili, Desa Topogaro. Ada empat orang yang dikriminalisasi dan 6 orang lainnya disomasi oleh perusahaan selama proses aksi berlangsung.
Baca juga: Cegah Peredaran Narkoba, BTIIG dan BNN Morowali Teken MoU
Segala upaya telah dilakukan oleh masyarakat Desa Ambunu, Topogaro, dan Tondo untuk memperjelas status jalan tani, akan tetapi pemerintah dan perusahaan seperti menghindar.
Investasi nikel dengan jargon hilirisasi yang datang ke Morowali, justru malah meminggirkan ruang hidup masyarakat. Padahal pemerintah selalu mengembargemborkan investasi akan mendorong peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Justru masyarakat kehilangan akses terhadap sumber mata pencaharianya seperti bertani dan melaut. Dan mereka terpaksa beralih profesi menjadi buruh pabrik yang memiliki keterbatasan masa produktif serta upah yang tidak sesuai.
Sejak PT IHIP mulai membagun kawasan industrinya, berbagai macam problem terjadi, seperti melakukan reklamasi pantai untuk pembagunan terminal khusus (tersus) seluas 40 Hektare di Desa Tondo dan Ambunu, menyebabkan 115 orang nelayan rumput laut terancam kehilangan mata pencahariannya.
Kegiatan reklamasi ini juga tidak memiliki izin sehingga areal reklamasi disegel oleh Ditjen PSDKP karena melanggar UUD 32 Tahun 2009. Walaupun ada plang penyegelan, tetapi proses pembagunan terus terus berlangsung.
Baca juga: Pj Bupati Morowali Digugat ke PTUN Palu, Ini Penyebabnya
Wandi menilai perusahaan asal Tiongkok ini seperti ada yang membekingi, semua tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh PT IHIP seperti perampasan tanah secara sepihak, merusak lingkungan, dan reklamasi pantai secara ilegal seolah – olah pemerintah tutup mata dan tidak berdaya.
Berdasarkan situasi tersebut, pihaknya meminta kepada kementerian Investasi, ESDM, dan Presiden untuk melakukan evaluasi kepada PT IHIP terkait dengan pelanggaran yang telah dilakukan.
“Kembalikan jalan tani Ambunu, Tondo, dan Topogaro serta pulihkan penghidupan masyarakat yang hilang akibat pembagunan kawasan industri seperti nelayan, nelayan rumput laut dan petani,” tegasnya. (teraskabar)