Dampak Pertambangan Trio Kencana Parimo, Akademisi IPB dan Untad Turun Riset

Bogor, Teraskabar.id– Dampak pertambangan Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar, Toribulu dan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) sedang diteliti oleh sejumlah akademisi dari Institute Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Tadulako (Untad).

Ketua Pusat Studi Agraria (PSA) IPB, Dr. Eka Bayu Yulian mengatakan konflik agraria di berbagai belahan wilayah Indonesia terus mengalami peningkatan.

Merujuk data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) 2020, kata dia, konflik agraria di Indonesia meningkat sebanyak 241 kasus.

Baru-baru ini kata mas Bey, panggilan akrapnya, konflik agraria kembali meledak yang melibatkan warga Parimo dan PT Trio Kencana, sebuah perusaan tambang emas yang memiliki konsesi seluas 15.725 hektare.

Baca juga: IUP Trio Kencana Dicabut, Warga Kasimbar Parimo Akan Gelar Demo Tandingan

Meski belum beroperasi kata dia, dampak sosialnya telah kelihatan sejak perusahaan ini mulai hadir di Parimo.

Menurutnya, warga yang tidak setuju dengan kehadiran pertambangan telah berkali-kali melakukan aksi penolakan agar PT Trio Kencana tidak beroperasi di wilayah mereka dengan alasan yang rasional.  Seperti kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang bakal terjadi dikemudian hari jika perusahaan telah beroperasi.

Baca juga: Ketua DPRD Parimo: Tuntutan Pencabutan Izin Tambang Emas Trio Kencana Tidak Tepat

Lebih lanjut kata mas Bey, aksi penolakan terhadap PT Trio Kencana telah berlangsung sejak 13 tahun. Di mana kata dia, puncak dari aksi penolakan ini terjadi pada 12 Februari 2022 di Desa Katulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan.

“Warga yang merasa dikibuli kemudian melakukan aksi pemblokiran jalan trans nasional yang menghubungkan seluruh provinsi di Sulawesi. Dari penelusuran kami, pemblokiran jalan ini merupakan buntut dari kekecewaan warga terhadap Gubernur Sulawesi Tengah yang berhalangan hadir menemui warga saat aksi demonstrasi berlangsung,” ujarnya.

Aksi pemblokiran jalan ini kata mas Bey, kemudian berujung pada pembubaran paksa yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dari Polres Parigi Moutong dan Polda Sulteng. Pada prosesnya kata dia, Erfaldi (21) tewas tertembak dalam peristiwa itu.

“Kasus ini kemudian banyak menyita perhatian publik sekaligus menambah deretan kasus-kasus kekerasan yang melibatkan aparat penegak hukum dan sektor tambang. Seperti peristiwa yang terjadi sebelumnya di Wadas, Jawa Tengah,”  tutur Mas Bey.

Peristiwa ini, kata dia, mendorong sejumlah akademisi dari IPB dan Untad datang ke Parimo untuk melakukan riset dampak pertambangan Trio Kencana maupun  maupun tambang lainnya. Riset ini kata Mas Bey, dilakukan secara kolaboratif oleh Pusat Studi Agraria, IPB University bersama Prodi Administrasi Publik, Universitas Tadulako.

Menurutnya, tim riset telah turun sejak bulan maret 2022 di wilayah konsesi PT Trio Kencana dan sekitarnya untuk bertemu dengan warga dan aparatur pemerintah setempat.

“Temuan awal kami setidaknya terpetakan tiga aktor dominan dalam kasus ini yakni, PT Trio Kencana, Pertambangan Rakyat, dan Pertanian Padi (gabah),” kata Mas Bey.

Kata dia, Kabupaten Parimo dalam konteks ketahanan pangan cukup maju ditandai dengan lahirnya Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).  Namun kata ketua PSA IPB ini, terdapat inkonsistensi kebijakan daerah tentang PLP2B, di mana banyak wilayah-wilayah persawahaan justru berpotensi dikonversi karena masuk dalam areal pertambangan PT Trio Kencana.

Menurut Mas Bey, hasil olahan spasial (2022) dari riset ini menunjukkan seluas 2.167,90 ha sawah masuk ke dalam konsesi PT Trio Kencana. Lihat Peta Klasifikasi Tutupan Lahan Konsesi PT Trio Kencana dan Kawasan Penyangga Konsesi.

Jika merujuk pada PERDA tentang PLP2B ini pada pasal 44, kata dia menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam upaya mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan, baik dilakukan secara individu maupun berkelompok.

Lebih lanjut kata Mas Bey, pada pasal 6 ayat (1) disebutkan penetapan kawasan LP2B juga ditetapkan dalam RTRWK.

“Pada pasal 6 ayat (3) dan (4) Kecamatan Kasimbar ditetapkan sebagai LP2B dan LCP2B dengan luas 1.154,63 Ha, lalu Kecamatan Toribulu seluas 684,81 ha dan Kecamatan Tinombo Selatan seluas 2.156,61 ha, dengan tambahan lahan cadangan LP2B seluas 359 ha,” kata dia.

Sehingga kata Mas Bey, seyogyanya jika merujuk pada PERDA Kabupaten Parimo No. 2 Tahun 2020, maka seharusnya Pemerintah setempat melakukan review perizinan pada konsesi PT Trio Kencana dengan mengutamakan lahan pangan berkelanjutan.

“Meski pada pasal 24 ada penjelasan tentang alih fungsi, namun itu hanya bisa dilakukan kecuali untuk pengadaan tanah yang sifatnya untuk kepentingan umim, PSN, dan dalam kondisi bencana.” Jalasnya

Namun demikian, kata Mas Bey jika merujuk Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang PLP2B pada pasal 50 ayat (1) alih fungsi lahan LP2B tidak diperkenankan alias batal demi hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *