Senin, 28 April 2025

Konflik Agraria Berkepanjangan di Toili Banggai, PT KLS Diadukan Warga ke Kementerian ATR/BPN

Ilustrasi aksi demo imbas konflik agraria. Foto: FB Eva Bande

Banggai, Teraskabar.id – Konflik Agraria di dataran Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), seakan tak pernah tuntas. Kali ini masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Adat Suku Taa Kecamatan Toili melayangkan surat kepada menteri ATR/BPN RI terkait beberapa permasalahan yang mereka keluhkan.

Dalam surat nomor 02/LAST/SKY/VIII/2024 yang ditandatangani Ketua Adat Suku Taa Desa Singkoyo, Nasrun Mbau tersebut, terdapat 7 poin laporan  di antaranya,

  1. PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS) diduga bekerjasama dengan BPN Kabupaten Banggai mengeluarkan sertifikat di luar areal yang diperintahkan oleh Menteri ATR/BPN.
  2. PT. KLS  telah mengambil areal di luar izin HGU yang diberikan oleh pemerintah, kurang lebih 2000 hektare di wilayah Desa Singkoyo dan Desa Toili, terlampir foto Copy Peta HGU.
  3. PT. KLS mengambil paksa lahan masyarakat Desa Singkoyo Dusun Agro Estate yang bersertifikat, yang sudah puluhan tahun dikelola oleh PT. KLS, terlampir beberapa sertifikat.
  4. PT. KLS telah habis masa izin HGU nya dan tidak bisa diperpanjang, terlampir sertifikat HGU dan rekomendasi DPR Kabupaten Banggai.
  5. PT. KLS tidak melaksanakan peraturan pemerintah No. 18 tahun 2018 tentang 20 % yang sehurusnya diserahkan ke masyarakat. ‘
  6. Bahwa HGU nomor 01 Tahun 1992 PT. KLS telah berakhir pada tahun 2021. Sehingga, meminta kepada Menteri ATR/BPN RI untuk menghentikan aktivitas dan operasional PT. KLS  di Desa Singkoyo, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Nasrun Mbau Ketua Adat Suku Taa Desa Singkoyo mengungkapkan, konflik Agraria yang melibatkan masyarakat dan PT KLS lebih 20 tahun belum terselesaikan.

” Harapan saya melalui surat yang kami layangkan, bapak menteri ATR/BPN akan meresponnya dan tentunya memberikan angin segar kepada masyarakat yang selama ini berkonflik dengan perusahaan,” kata lelaki paruh baya yang pernah merasakan dinginnya jeruji besi karena memperjuangkan wilayah adatnya dari ekspansi perusahaan sawit itu. (red/teraskabar)